Pertama Itu Gagal

  • Posted 08 January 2025
  • muhammadarwani

Matahari muncul dibalik awan-awan putih dan biru yang selalu diam diatas, terlihat begitu kecil karena dilihat dari bawah. Kericuhan saling bertubrukan antara suara murid yang membicarakan topik berbeda antar temannya. Sama halnya dengan kelas atas yang di huni oleh kelas 12 IPA 2. Beberapa dari mereka keluar untuk melihat wajah baru yang akan tinggal disekolah barunya, mereka melontarkan tanggapan tentang murid baru beserta OSIS yang berdiri di lapangan itu. Meraka melontarkan percakapan tentang apa yang dipikirkan, bercerita tentang mplsnya, bergurau mengingat pertama kali bertemu, dan tentu saja tanggapan salah satu siswi yang bernama Aurel.

“Aurel”

Gadis yang menatap ke depan itu menengok ke arah suara, di sebelah kirinya, Ruby tersenyum dan menghampirinya.

“Kenapa kamu tidak dibawah?”

Alis Aurel menukik mendengarnya, Ruby tergelak, lalu tawanya menyembur mengingat sesuatu.

“Aku lupa kamu sudah bukan anggota Osis”

Ucapan dari Ruby membuat gadis itu menggeleng pelan, tidak habis pikir. Tapi tanpa sadar membuatnya membuka kotak ingatan tahun lalu yang berusaha Ruby simpan.

“Kenapa?” Ruby menangkub dagunya dengan telapak tangan “Alasan kamu keluar dari Osis?”

“Tidak ada alasan, hanya ingin saja”

“Tidak mungkin” ucapannya diikuti dengan gelengan kepala “Dari Smp kamu ingin ikut Osis dengan alasan berharap punya banyak pengalaman “

Aurel diam, itu pernah menjadi alasan dirinya masuk Osis. Tapi sejak dirinya terjun langsung, ia tidak punya alasan lagi untuk bertahan.

“Alasan?” gumamnya.

Mata Aurel menajam, gadis itu memperhatikan Osis yang bertugas sesuai posisi. Semakin diperhatikan, semakin dalam, dan semakin membuatnya mengingat tahun dimanadirinya pernah menjadi salah satu dari mereka.

“Mau aku ceritakan?” Ruby menggangguk antusias, gadis itu tersenyum sambil mengubah posisi nyaman untuk mendengarkan.

Aurel1 tersenyum “Begini…”

1 tahun yang lalu

Lembayung sore sudah datang pada waktunya, membuat nuansa kuning khas yang terlihat unik. Dibalik itu, ada beberapa murid yang masih terkurung di sekolah, masih duduk di kursi kelas. Di sudut paling belakang, gadis dengan rambut pendek itu memperhatikan rekannya yang saling beradu argumen, Aurel adisty stevania.

“Bagaimana jika diadakan lomba game online seperti Mobile Legends agar membuat para murid bersemangat, selain unik, itu bisa menjadi hal baru”

“Saya tidak setuju, karena tema dari acara ini adalah belajar. Bukannya ituJantung Aurel tiba-tiba berdegup kencang, saat ini semuanya mencari nama Aurel, rasanya ia ingin segera mengakhiri dan segera pulang.

Pelan-pelan tangganya teracung, membuat semua mata menatapnya, sungguh, Aurel ingin menghilang saja. Tapi ia harus sadar, itu tidak mungkin. Maka dari itu ia buru-buru mengucapkan keputusan sanggup apa tidaknya.

“Saya sanggup kak”

“Baiklah, kamu bekerja sama dengan jeano ya”

“Siap kak”

Saat tubuh Aurel tiba-tiba memanas karena tegang, disudut kiri paling belakang, Jeano, menatap gadis itu dengan kesal.

“Apaan? Anak pendiem gitu” ucapnya menyenggol lengan Rachel “Gak bakal guna”

Rachel tersenyum miring “Gapapa, kesempatan berduaan sama si cupu”

“Najis”

“Malah gue baru dengar suara tuh cewek, saking gak pernah ngomongnya”

Jeano menghentak punggunya ke kursi, laki-laki itu menatap ke depan dengan kesal. Sepertinya, acara kali ini akan menyebalkan, lebih dari acara sebelumnya. Tiba-tiba satu ide muncul di kepala Jeano, laki-laki itu tersenyum miring sambil tertawa dalam hati tentang apa yang akan dirinya perbuat.

“Baiklah” pak Sehun kembali memegang intruksi, beliau menatap ke luar ruangan sebantar lalu mengangguk-anggukk “Karena sudah sore, kita sudahi rapat ini. Silahkan kalian istirahat karena acara akan berlangsung minggu depan, apalagi untuk Marka sebagai ketua plaksana. Silahkan pimpin berdoa untuk pulang”

Suara decitan kursi memenuhi seluruh ruangan, setelah acara penutupan, semua murid yang terhalang pulang oleh rapat itu saling berhamburan.

Aurel keluar paling terakhir, gadis itu masih canggung dengan situasi seperti ini, padahal sudah hampir tiga bulan sejak dirinya resmi menjadi anggota Osis.

Perlu berjalan beberapa langkah untuk berada di jalan raya, ia itu berjalan dibelakang beberapa rekan Osis. Aurel ingin bergabung dengan mereka, tapi gadis itu sedikit kurang percaya diri karena takut menganggu kesenangan mereka. Alhasil, ia berjalan sendiri dalam diam dan mencoba menghiraukan. Tapi beberapa langkah punggung Aurel terasa berat karena tatapan seseorang, ia lalu berjengit saat kak Marka, kakak kelasnya melewati dia dengan memberinya tatapan aneh.

“Ke-kenapa kak?”

“Kamu Osis?”

Aira berkedip, apa selama ini Marka tidak pernah melihatnya? Hati Aurel sedikit sakit hati karena mendengar itu, tapi ia berusaha untuk menyangkalnya dengan logika,memangnya siapa yang akan dikenal kalau diam saja? Itu saja yang bisa memuat alasannya.

“Iya kak, saya Osis. Saya kelas 10, jadi masih terbilang baru”

Alman menggangguk pelan, laki-laki itu tersenyum tipis sambil memberi isyarat untuk berjalan lebih dahulu. Aurel membalasnya dengan menggaguk. Ia tetap melangkah dengan tenang, meskipun moodnya jadi kurang baik, karena mungkin, ini adalah permulaan untuk dirinya mengenal lebih banyak orang. Ia tidak boleh terus terkurung dalam imajinasi sendiri, cukup masa Smp saja Aurel diremehkan karena tidak bisa sosialisasi dan berakhir tidak punya teman. Percayalah, orang yang jago dalam bersosialisasi adalah pemenang dan pemegang kendali dalam situasi.

Aurel mengepalkan tangannya, gadis itu menatap ke depan. Rekan Osis yang tadi didepannya telah pergi, ada rasa sesal memuat hati Aure, ia masih belum berani untuk bertindak meskipun sudah satu langkah masuk ke dalam organisasi.

“Besok akan aku coba lagi” gumamnya mengakhiri sore hari itu.

Langit sore itu tenggelam dengan waktu yang terus berjalan, sampai dimana hari yang semua anggota Osis rapatkan telah datang begitu cepat. Disudut ruangan itu, Aurel mematung dengan wajah sedikit bingung. Gadis itu mencari-cari rekan Osis yang akan bekerja sama dengannya hari ini, Jeano. Laki-laki itu belum menunjukkan batang hidungnya sejak tadi pagi. Aurel sudah was-was, karena acara sebentar lagi akan dimulai.

“Peralatan mana? Kenapa tidak membereskan kursi-kursi dari pagi? Sekarang jadi saling bertabrakan dengan siswa lainkan”

Tubuh Aurel bergetar, gadis itu bingung dan takut dalam satu waktu.

“Sudah beres pak, maaf karena tapi mengerjakan tugas lain dulu”

Marka menyahut, membuat Aurel sedikit tenang. Meskipun begitu, rasa khawatir tetap memenuhi dirinya. Karena bagaimanapun, ini adalah tugas panitia Osis pertama dalam sekolahnya.

Pak Sehun menghela napas sabar, beliau berjalan keluar untuk melihat situasi di luar.

“aldi mana?”

Alman menghampiri dan langsung melontarkan pertanyaan. Tangan Aurel sudah panas dingin, gadis itu menatap kanan kiri berharap Jeano tiba-tiba datang.

“Saya tidak tahu” cicitnya.

Marka menghela nafas “Saya sudah peringati dari dulu tentang anak itu. Jangan berharap lebih dengan menyertakan tugas semua padanya, meskipun dia tidak ada, seharusnya kamu kerjakan tugas yang belum diselesaikan”

Aurel menunduk, gadis itu mendapat tusukan mata dari orang-orang disekelilingnya. Aurel berharap hari inicepat selesai.

“Name tag panitia belum saya dapatkan dari kalian, apa kamu tidak berpikir tugas peralatan hal kecil saja salah?”

“Maaf kak, tapi kemarin name tag sudah Jeano siapkan sebelumnya” Elina memberanikan diri bicara “Jadi saya tidak menyiapkan itu”

“Saya dengar dari Sehun tadi dia beralasan ijin, apa tidak ada konfirmasi dari dia? Kalian benar-benar miskom!”

Aurel terkejut, gadis itu meremas baju dengan jantung yang bertambah cepat. Ia menggeleng, matanya tiba-tiba memanas. Aurel tidak tahu, apa ia yang terlalu terbawa perasaan atau mereka yang salah. Hanya saja, di situasi seperti ini, kenapa tidak ada satu orangpun yang membelanya? Aurel merasa disalahkan atas hal yang tidak dia ketahui.

Marka diam, laki-laki itu berbalik tanpa mengucapkan satu patah katapun pada Aurel. Ia keluar setelah mengucapkan kata pada semua anggota Osis yang membuat Aurel berbalik dan menangis sendiri dibelakang.

“Panitia acara kali ini tidak memakai name tag”

Apa sebegitu pentingnya nama tag bagi semua panitia Osis? Itu yang Aurel pikirkan dibelakang kelas yang sekarang sedang kosong, tapi pemikiran itu malah membuat Aurel semakin merasa bodoh. Tentu saja itu penting, karena name tag adalah ciri khas anggota Osis.

Tangis Aurel semakin deras, gadis itu membungkam mulutnya berharap tidak meninggalkan suara. Kepalanya malah memikirkan tugas-tugas lain yang tidak becus Aurel kerjakan. Ia merasa dirinya tidak kompeten. Tapi berdiam diri dibelakang kelas tidak akan menghasilkan apa-apa. Gadis itu berdiri dan berusaha menahan air mata yang mencoba untuk keluar. Meski pilihan itu adalah yang paling benar, namun tidak dipungkiri, sikap anggota lain begitu kentara menyalahkan Aurel. Ia hanya bisa menahan, sampai waktu yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi itu segera berjalan pukul lima sore. Aurel menutup mata, gadis itu harus menahan semuanya, karena ini pilihannya.

“Wah gila, anak Osis kek gitu? Udah dari dulu emang aku gak suka sama mereka”

Kembali ke waktu awal, Aurel dan Ruby sudah duduk lesehan disisi ujung lorong. Sebagian anak kelas dua belas yang tadinya berada diluar sudah masuk ke dalam. Dan, anak-anak kelas sepuluh yang sedang dibimbing Osis itu sudah masuk ke dalam kelas, mungkin, karena Aurel tidak tahu mereka dibawa kemana.

Bahu Aurel berkedik, tubuhnya mundur pelan ke belakang tembok. Menatap Ruby yang terus-menerus menceritakan keburukan Osis. Sekarang, Aurel merasa ada yang membelanya. Dulu, ia merasa semua orang begitu jahat karena tidak ada yang memahaminya. Tapi seiring berjalannya waktu, pelan-pelan Aurel mulai berdamai dengan keadaan yang membuatnya tidak nyaman. Ia mulai berhenti memikirkan sakit hati yang hanya menumbuhkan dendam,
ia sekarang mulai memetik dari kesalahan yang dia perbuat.

“Terus si Jeano itu gimana, nyebelin banget kesalahan dia kenapa imbas ke kamu”

“Dia dikeluarin di Osis” Aurel menjeda “Bukan hanya karena sifat yang seenaknya di Osis, denger dari kakak kelas kita dulu, dia hampir di keluarkan sekolah juga karena ketahuan minum-minum”

Ruby menggeleng kepala tidak habis pikir “Gila ya dia, amit-amit deket sama orang kayak gitu”

“kak Marka gimana?”

“Apanya?” alis Aurel menukik “Diakan sekarang jadi mahasiswa di UNDIP”

Ruby berohria sambil tertawa. Gadis itu merangkul Aurel, membawanya ke dalam.

“Udahhh, emang anak Osis yang nyebelin”

Aurel tertawa menanggapinya, meskipun ada satu hal yang tidak dirinva ceritakan pada Ruby.Seseorang yang membuatnya tidak dendam, dan seseorang yang membuatnya merasa baik setelah kejadian. Sekaligus, orang yang membuatnya sakit hati.

“hari ini kamu gagal, tapi hari esok saya yakin kamu akan mencoba untuk menang” suaranya seperti angin lalu, karena perkataan apapun yang masuk, Aurel hanya mengira semua adalah kebohongan, saat itu.

Aurel tetap memberikan surat yang bertuliskan pengunduran diri dari anggota osis, gadis itu menatap kemanapun asal jangan orang di depannya. Ia berbalik setelah kertas yang sedari tadi ia genggam erat telah di ambil.

langkahnya begitu ingin cepat keluar, sebelum pintu terbuka ia terdiam sebentar.

“jangan berhenti gagal, cobalah untuk menang Aurel” jeda “tidak ada kata gagal untuk mereka yang ingin mencoba”

Aurel memilih tetap melanjutkan langkahnya meskipun perkataan itu sedikit menggoyahkan hatinya. Aurel tidak ingin mengakui kalau dirinya gagal dalam organisasi osis, tapi Aurel di masa depan berharap tidak akan seperti yang sekarang.

Tapi ternyata perkataan orang itu benar, perkataan kak Marka tentang pilihannya untuk gagal. Dan Aurel akan terus mencoba seperti yang di katakan oleh laki-laki itu.

Pembuat :

NANDA AZROUL AULIA

Penyusun :

NANDA AZROUL AULIA

Tahun Pembuatan :

2025