Teater Laskar MA NU Tengguli Pentaskan Kethoprak “Sang Naga Samudra, Musuh Bebuyutan Portugis”

Hari ini, Sabtu, 24 Agustus 2024, Teater Laskar MA NU TENGGULI bekerjasama dengan DKD Jepara mementaskan Lakon Kethoprak Remaja dengan lakon “Sang Naga Samudra, Musuh Bebuyutan Portugis”. Acara yang diselenggarakan di halaman MA/MTs NU Tengguli Bangsri Jepara ini dihadiri oleh para tokoh agama, tokoh masyarakat, pengurus DKD Jepara, masyarakat umum, serta  siswa-siswi MA dan MTs NU Tengguli.

Pementasan yang bertajuk Kegiatan Parade Kethoprak Kekinian ini menceritakan peristiwa persiapan penyerbuan Ratu Kalinyamat kepada Portugis di Malaka tahun 1551. Sudah menjadi fakta sejarah bahwa Kesultanan Demak berdiri seiring dengan datangnya bangsa eropa di Nusantara, sebagai negeri maritim yang sepanjang perjalanannya selalu diwarnai dengan perlawanan terhadap penjajah Portugis. Bahkan sebelum Portugis menguasai Malaka, Demak dan Kerajaan-kerajaan di Nusantara telah bersiap-siap melawannya. Hal ini dibuktikan dengan penyerangan Demak ke Portugis di Malaka (1512) yang cepat, hanya satu tahun setelah Malaka didudukinya.

Dimulai tahun 1512, Raden Patah mengutus Pati Unus untuk mengusir Portugis dari Malaka. Penyerangan ini diulang kembali tahun 1521 sepeninggal Raden Patah (1518). Karena kurang berhasil dan juga banyaknya daerah-daerah di Jawa yang tidak mendukung visi Demak tersebut atau malah menjalin persekutuan dengan Portugis di Malaka, maka Sultan Trenggono (1522-1546)  pengganti Pati Unus menyapu Jawa dari pengaruh Portugis. Tahun 1522, Sunda Kelapa bekerjasama dengan Portugis, maka Demak menakhlukkannya. Kerajaan-kerajaan kecil di seluruh Jawa dan juga sisa-sisa kekuatan Majapahit di Jawa Timur ditakhlukkan karena hendak bekerjasama dengan Portugis. Kesuksesan Demak dibawah Sultan Trenggono menjaga Pulau Jawa dari penjajah Portugis ini menjadikan Demak semakin kuat dan bersiap-siap kembali mengarung Samudra untuk mengusir Portugis dari Nusantara.

Dalam catatan sejarah, tahun-tahun berikutnya yaitu setelah wafatnya Sultan Trenggono (1546) adalah tahun-tahun yang sangat krusial dan penuh kontroversi, tetapi fakta sejarah mencatat, Demak tetap kokoh dan perkasa di Samudra.

Tahun 1547, Sultan Alauddin dari Aceh menyerang Portugis di Malaka. Melihat Portugis yang tetap di Benteng, Aceh kemudian memblokade Malaka. Mereka membangun benteng di Perlis untuk menyerang semua kapal dari Goa, Bengal, Siam atau Pegu yang membawa bahan makanan. Dengan usaha ini, mereka berupaya untuk menutup bala bantuan dari pintu utara dan berharap Portugis kelaparan dan korban segera berjatuhan.

Serangan Aceh ini mendapat respon dan dukungan dari Demak Bintoro yang saat itu dibawah kepemimpinan Sunan Prawoto. Karena merasa terancam, tahun 1548, Portugis mengutus Manuel Pinto untuk menemui Raja keempat Demak. Ia membujuk agar Sunan Prawoto tidak memblokade pengiriman bahan pangan ke Malaka dari jalur selatan sekaligus membatalkan pengiriman pasukan ke Makassar untuk mengusir Portugis dari sana. Diplomasi Pinto ini di tolak oleh Sunan Prawoto. Penolakan ini, semakin memperuncing permusuhan antara Portugis dan Demak. Tahun 1550, atas permintaan dari Johor, Ratu Kalinyamat yang Jumeneng Nata di Jepara memberangkatkan 40 kapal besar dibawah komando Sang Adipati dengan membawa 5.000 prajurit siap tempur ke Malaka. Tahun 1551, pecah pertempuran besar di Malaka.

Pertempuran dahsyat ini merupakan pukulan telak bagi Portugis. Mereka menjadi takut dan tidak berani mengusik Jawa. Tahun 1551-1565 (bahkan sampai akhir koloninya di Nusantara), belum ditemukan catatan tentang Portugis yang agresif  hendak menguasai Jawa sebagaimana masa-masa sebelumnya. Konsentrasi Portugis beralih ke kepulauan Ambon setelah menemukan pusat sumber rempah-rempah tersebut. Meskipun begitu, bukan berarti Jepara sedang tidur, apalagi terpuruk. Di bawah kepemimpinan Kanjeng Ratu Kalinyamat, Selain di Malaka, di Ambon pun Jepara tetap menjadi momok yang paling menakutkan bagi Portugis. Jepara menjadi musuh yang paling berbahaya bagi Portugis selama tiga perempat abad ke-16.

Kegiatan ini sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintah untuk membina, memberdayakan, dan melestarikan, seni tradisional kethoprak dikalangan Remaja. Kata, Kustam Ekajalu, Ketua DKD Jepara. Bentuk dukungan tersebut dinilai sangat efektif untuk membantu warga masyarakat untuk kembali mencintai dan nguri–nguri seni tradisional kethoprak di kabupaten Jepara. Imbuhnya.

Kami sangat berterimakasih kepada DKD Jepara yang telah melibatkan kami dalam parade Kethoprak Remaja Kabupaten Jepara tahun 2024 ini, kata Pak Sonhadi, S.Ag, S.Pd. Kepala Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama Tengguli. Acara ini merupakan media bagi siswa-siswi kami untuk belajar lebih mendalam tentang seni tradisional, khususnya Kethoprak. Dan kami akan senantiasa mendukung setiap kegiatan-kegiatan yang positif dilingkungan sekolah kami, tambahnya.

Menggarap naskah karya Bapak Muhammad Ali Burhan yang diadaptasi oleh Sutrisno ini, merupakan tantangan bagi kami, karena sebelumnya naskah ini sering dipentaskan. Ungkap Alif Wahyu Hidayatullah atau lebih akrab dipanggil ceking, Sutradara Pementasan. Kami sudah berusaha menampilkan yang terbaik, namun saran dan kritik dari masyarakat sangat kami butuhkan untuk perbaikan karya kedepan. Pungkasnya.

Ahmad Sutrisno, Pimpinan Produksi Pementasan ini mengatakan bahwa acara ini tidak akan sukses tanpa kerjasama yang baik antara banyak pihak. Untuk itu,  saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam pagelaran ini. Katanya. Pementasan ini dibuka dengan tari Gambyong dan tari Nawung Sekar dari siswa-siswi MA NU Tengguli yang merupakan asuhan Bapak Heru dan Mbak Eva. Aktor dan artis yang terlibat di pementasan ini adalah siswa-siswi MA NU TENGGULI, yaitu Naswa Faila Imtiyaz sebagai Tokoh Ratu Kalinyamat, M. Fuady Asrofhy sebagai Senopati, M. Ilham Hasan Santoso sebagai Joko Lintang, Rihanatul Malikah sebagai Roro Wulan, M. Abdullah Faqih sebagai Ki Galang Wesi, Izza Karima sebagai Nyai Galang Wesi, dan Ahmad Fauzan A, M. Sarifudin, A. Agus Najamuddin sebagai prajurit penghianat. Untuk kru prajurit laga, diambilkan dari siswa-siswi yang ikut dalam ekstrakulikuler Pencak Silat Cempaka Putih. Nayogo dan penari juga merupakan siswa-siswi MA NU Tengguli.