PENTAS WAYANG KULIT SISWA MA NU TENGGULI

Wayang Kulit Siswa-Siswi MA Nahdlatul Ulama Tengguli

PENTAS WAYANG KULIT SISWA MA NAHDLATUL ULAMA TENGGULI DALAM RANGKA WISUDA PURNA KE-16

Pentas wayang kulit siswa MA NU Tengguli, Pagelaran wayang yang diselenggarakan dalam acara wisuda ke – XVI MA Nahdlatul Ulama Tengguli merupakan Show Up dari kegiatan ekstrakurikuler MA Nahdlatul Ulama Tengguli. Dengan Talenta sebagai berikut:

  • Dalang : Ahmad Lalik Afredi
  • Gong : Ahmad Fauzan Adzim
  • Kenong : Muhammad Sholikul Falah
  • Kendang : Eki Bagas Tri Cahyono & Heru Susanto
  • Demung : Icha Indah Nurlita & Ahmad Alvian Ramadhan
  • Saron : M. Bagus Alvin Zakia, Zidan Ramdhani & Ardian Sholicul Amin
  • Peking : Ulin Nafisah
  • Bonang Barung : Pingga Prastian
  • Bonang Penerus : Hana Tri Wikrama
  • Slentem : Risa Aulia
  • Sinden : Shara Rindiyani & Safina Ainatus Sholihah

Semoga kedepan kami bisa terus mengembangkan ekstrakurikuler karawitan dengan lebih baik.

DEWO RUCI

Dewa ruci dalam cerita pewayangan adalah nama seorang dewa kerdil yg dijumpai oleh bratasena dalam sebuah perjalanan mencari air kehidupan. Lakon dewa ruci berkisah tentang kepatuhan murid kepada guru dan berjuang menemukan jati diri. Guru durna memerintahkan bratasena untuk mencari kayu gungsusuhing angin tanpa lama seno langsung pergi. Di tengah hutan seno bertemu dengan dua raksasa yang bernama, Rukmuka dan Rumukala. Dua raksasa itu adalah jelmaan dari bathara bayu dan bathara indra. Lalu kedua bathara itu menjelaskan arti dari kayu gung susuhing angin. Kayu artinya keinginan, Gung adalah besar, Susuh angin adalah pusat nafas. Artinya niat yang besar itu akan terlaksana jika disertai dengan pengaturan napas. Seno langsung pergi ke samudra untuk mencari tirta pawitra, yang berarti air kehidupan. Ditengah samudra seno di kaget dengan seekor ular besar. Perkelahian seno dengan ular di mulai, ular itu mati tertusuk kuku pancanaka. Lalu seno menyelam lebih dalam bertemu dengan dewa kerdil yang menyerupainya, Tidak lain yaitu dewa Ruci. Semula seno tidak melihat apa-apa dalam tubuh dewa ruci, namun setelah di bimbing dia dapat melihat cahaya dengan empat warna, Yaitu, hitam, merah, kuning, putih. Empat warna ini melambangkan angkara (hitam), amarah (merah), nafsu ( kuning), ketentreman ( putih ). Setelah dapat mengendalikan nafsunya sang ruci pun menyatu kedalam diri Bratasena.